Subhanallaah, Alhamdulillaah, Allaahu akbar…
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Luqman: 27)
Pada waktu yang lalu, tepatnya hari Selasa-Rabu, tanggal 17-18 September 2013, saya dan teman-teman yang selama ini membersamai agenda main-main ke Semeru, Lawu, Merbabu (semuanya berakhiran huruf “U” yang tak terlupakan selalu) yaitu JAVENTURE (ciyeee, baru nongol sekarang) rihlah ke 0 mdpl, tepatnya di Pantai Sedahan Gunungkidul, yang bisa dibilang pantai ini belum banyak orang tahu, masih syahdu di malam hari, masih alami dan masih bersih, akan tetapi butuh perjuangan untuk mencapai ke lokasi yang bak surga pribadi itu (lebay, jangan mudah percaya, karena anda harus mengalaminya sendiri *malu*). Nah, agenda ke pantai ini mungkin menjadi akhir kebersamaan kami di Jogja (jangan dooonk) sebelum mereka “makaryo” (bekerja) di lokasi penempatan/magang masing” (Jakarta, dsb). Selain rihlah bertajuk beachcamp di Pantai Sedahan ini, kami juga memliki misi operasi semut, yaitu “resik-resik pantai” (bersih-bersih pantai). Nah, kagetnya…. pantainya masih begitu bersih, sampah hampir tidak ada, hanya sampah-sampah yang kami hasilkan. Subhanallaah. Pantai seperti ini nih yang masih asri, perlu kita jaga kelestarian dan kebersihannya. Jangan sampai rusak karena tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. So, tidak hanya ketika kita berada di gunung saja, jikalau kita ada agenda di pantai, bawalah trash bag atau selainnya, yang berguna untuk membawa pulang sampah-sampah yang kita hasilkan. Sedikit action dari kita, dapat menyelamatkan ekosistem laut lho. Ihwaaaw
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum : 41)
Hiksss. Sebelum menceritakan inti agenda main-main ke pantainya, ada cerita pembuka yang tidak kalah seru, di bawah ini, silahkan disimak… jika kurang jelas, yaaa ndak papa, selow aja 😀
Ceritanya berawal seperti ini…. agak masam memang, fiuh….
Siang itu, di sebuah rumah di dusun Karangtritis, Sumberwungu, Tepus, Gunungkidul, saya terus melihat ke arah ponsel. Ponsel saya ada 2, yang satu saya manfaatkan untuk socmed dan yang satunya saya isi dengan provider “sinyal kuat” (tapi ternyata saat itu minim sinyal) untuk keperluan telpon dan SMS. Nah, kala itu saya sedang menanti komunikasi dengan teman” main JAVENTURE untuk ke tempat beachcamp. Berbagai pertanyaan sudah mulai bermunculan… Sudah jam berapa ini? Adakah SMS yang masuk? MasyaAllah, pulsanya habis! Sinyalnya pun timbul tenggelam. Jadilah saya meminta pulsa kepada mas Aziz yang duduk di sebelah saya selagi Jundi mengobrol serius dengan bapak takmir masjid. Mohon maaf, saat itu pikiran saya sudah tidak bisa fokus lagi selama jam-jam terakhir dalam rangkaian survey tempat untuk baksos Qurban FSRMY 1434 H. Alhamdulillaah deh, dusun ini adalah tempat terakhir yang kami kunjungi 😀 ahihi…
Tereret…. suara ponsel berdering tanda ada SMS masuk, yang inti dari isi SMSnya bahwa pukul 16.00 WIB ketemuan dengan teman saya di Kecamatan Tepus untuk menuju ke lokasi bersama-sama.
Saat itu saya masih berada di lokasi survey sekitar sebelum Ashar. Kemudian saya balas OK!! Nah karena masih ada waktu yang tersisa, dan keadaan perut yang berorkestra sedari tadi, jadilah kami mencari tempat makan usai survey di desa terakhir tersebut. Lokasi tempat makan memang belum ditentukan, mengikuti jalan menuju ke pantai saja laaah 😀 Ehh, tiba-tiba di papan penunjuk jalan, ada pantai menarik yang belum kami kunjungi, yaitu Pok Tunggal. Pada akhirnya kami putuskan mengunjunginya dan sekalian mencari tempat makan. Wuih, Subhanallah jalan menuju kesana cukup terjal (maksudnya belum di aspal sempurna, masih setengah-setengah, tapi dominan berbatunya). Sesampainya disana, mencari tempat makan dan menemukan satu yang ternyata harus menunggu cukup lama. Keadaan hati mulai harap-harap cemas menjelang jam 16.00 karena makanan belum jadi. Tetiba ada SMS masuk (sinyal masih pasang surut), dari teman yang tadi mau ketemu di kecamatan, agar menyarankan untuk menyusul langsung saja ke Pantai Wediombo (lokasinya dekat-dekat situ lah ya katanya). Begitu membaca SMS, langsung saya balas, OKE SIAPPP… nah tapi tapi…. tidak terkirim. Mulai panik. Menit demi menit berlalu, dan makanan yang dipesan dari sebelum jam 16.00 tadi baru jadi jam 16.45. Sabaaar…. Masih mencemaskan teman saya yang tadi SMS, apakah sudah berangkat duluan ataukah masih menanti saya di kecamatan? Makan pun serasa tak nyaman 😦
Pukul 17.15 kami sudah selesai menikmati hidangan (yang menurut saya agak aneh rasanya, seafood, tetapi nampaknya sudah tidak segar dan harganya mahal, Astaghfirullaah). Langsung deh meninggalkan pantai Pok Tunggal yang sore itu cukup terik dan menyengat, rawrrr. Nah, Aziz dan Jundi yang baik hati bersedia mengantarkan saya menuju lokasi beachcamp di dekat Pantai Wediombo (pantai yang cukup jauh di Gunungkidul) waaah…
Melewati jalan yang berliuk-liuk naik dan turun, kami memacu kendaraan yang hampir “sakpol e” karena hari mulai petang dan hampir masuk waktu Maghrib. Sekitar 30 menit perjalanan naik sepeda motor dari Pok Tunggal, Alhamdulillaah pada pukul 18.00 sudah sampai di lokasi (eh belum, masih di Wediombo…. dan kata petugas jaga parkir, Pantai Sedahan masih nun jauh disana yang hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki kurang lebih 1-2 Km…. Subhanallaah gelap-gelap seperti ini, benar-benar tidak ada persiapan senter maupun headlamp sama sekali 😦 ) Mulai panik yang kedua kalinya, karena tidak ditemui seorangpun teman atau minimal kenalan saya. Tapi tiba-tiba, Jundi bilang kalau tadi dia melihat teman saya seangkatan yang duduk di pinggir jalan, dan ketika kendaraan kami lewat, mereka langsung berdiri (oya, posisi tempat parkir kami ada di penitipan motor di Pantai Wediombo, lokasinya agak menurun) Jundi menyarankan untuk naik ke atas dulu, memastikan bahwa itu teman saya atau bukan. Ide yang bagus, mari kita coba. Jalanan yang menanjak ke atas, tanpa penerangan, dan hanya ditemani suara gemuruh riuh ombak, kami putuskan pergi ke atas. Eee, benar adanya, ada anak-anak putra yang duduk di pinggir jalan, mereka membawa senter. Semakin mendekat, semakin jelas, dan setitik senyuman muncul di sudut bibir saya. Inilah Roshid, Panji, (teman seangkatan SMA, anak STAN) dan Wahyu (baru kenal, ternyata STAN juga). Alhamdulillaah, di tempat asing seperti ini, ada yang masih standby di pinggir jalan, dan mereka adalah teman-teman saya.
Beberapa saat kemudian setelah menghela nafas, saya tanyakan kepada mereka, kemanakah yang lainnya? Jawabannya ada dua. Pertama, sudah ada yang mendahului berangkat ke lokasi untuk mendirikan tenda. Dan kedua…. masih ada yang belum datang dua orang, yaitu Dian dan Much. Seketika itu juga, senyuman dari bibir saya pun kembali meredup. Flashback kepada SMS balasan yang tidak sempat terkirim tadi, muncullah kerisauan saya yang tertuju kepada mereka yang masih berada di Kecamatan. Harus apa dan bagaimana, inginnya SMS tetapi benar-benar block out, tanpa sinyal segaris pun muncul di ponsel. Yaa Allaah, hamba hanya bisa berdoa semoga mereka baik-baik saja. Astaghfirullaah hamba mohon ampun atas miscommunication ini….
Ting, satu ide muncul…. karena Aziz dan Jundi tidak ikut mabit malam ini karena ada agenda sehingga harus bertolak ke kota Jogja (pulang ke rumah), maka saya minta tolong kepada mereka untuk menyusul ke kecamatan dan mengabari bahwa saya sudah berada disini. Oke, misi dijalankan…. dan hati-hati di jalan menuju Jogja ya….
Menunggu dan terus menunggu bersama, berharap ada kabar baik dengan segera datangnya Dian dan Much. Malam itu, ditemani angin laut yang berhembus ke daratan, langit yang cukup mendung, suasana yang gelap tiada penerangan dan suara debur ombak yang gemuruh, kami pun mengobrol dengan topik “apa saja” untuk menghangatkan dan me-refresh-kan suasana. Hampir pukul 19.00 WIB, kendaraan bermotor sudah tidak ada yang lewat (untuk parkir ke bawah) zzzing, mulai sepi sekali. Dan pada akhirnya, yang dinantikan datang mengendari motor agak gedhe (lupa) dengan sorot lampu yang menyialukan. Aaak, begitu mereka sampai, mereka bilang akan “mengethak saya” (memukul di bag, kepala) karena adanya insiden tadi. Kata-kata maaf, ribuan kali saya lontarkan dari mulut saya (lebayyy dink), benar-benar merasa saya yang salah. Dan pada kenyataannya, ternyata mereka juga mencari saya di tempat yang tadi siang saya survey, yaitu di daerah Wunut, dkk. Hyaaa, tambah deh nyesek merasa bersalahnya…. huaaa, maaf….
Saya tahu, kedua teman saya itu orangnya pemaaf kok (beneran deh, sambil kedip-kedip, hushhh) dan akhirnya mereka memaafkan saya Alhamdulillaah meski masih kesal” nampaknya…. ups
Perjalanan malam pun dimulai menuju Pantai Sedahan. Dari Pantai Wediombo ke Pantai Sedahan kami targetkan 60 menit dengan berjalan kaki. Sip. Tantangan diterima. Kami terus berjalan tanpa berhenti, dan kami sampai di pantai dengan durasi perjalanan 60 menit kurang sedikit. Yaaay. Alhamdulillaah.
Nah ini ada beberapa dokumentasi teman-teman pendahulu yang menuju ke lokasi. Personilnya ada 8 orang dan hampir semuanya anak STAN, yaitu Alfian, Anom, mbak Endah, mbak Lulut, mbak Naris, mbak Putri (embak-embak STIS), Satya, dan Sifit. Tugas mereka adalah (entah memang sudah ditugaskan atau keseadaran mereka sendiri) mencari kayu bakar untuk api unggun, mendirikan tenda dan memasak (tapi yang terakhir ini gagal, karena amunisinya dibawa Dian) aaak….
laying down on the sand, listening the sound of waves, looking at the sky and enjoying the shooting stars…. because of that, we can’t close our eyes immediately, what an amazing night!
Senja sudah berganti malam. Suara ombak mulai keras bergemuruh, seperti akan menerkam keberadaan kami. Angin laut mulai “sembribit” meniup-niup mukena saya ketika melaksanakan sholat jamak Maghrib Isya, membuat suasana menjadi semakin romantis. (dari sini saya menyadari, bahwa romantis itu sederhana, yang diwujudkan dengan bersujud di pasir putih yang membentang indah dan menikmati segarnya hembusan angin laut ciptaan Illahi, Subhanallaah).
Setelah semuanya berkumpul, kami mulai memasak air hangat untuk sekedar membuat teh dan kopi serta memasak masakan yang saya yakin semua pasti bisa melakukannya, yaitu mie instan :D. Perut sudah lumayan terisi dan kantuk yang tak kunjung menghampiri, membuat api unggun jadi pilihan kami. Dengan berbekal ranting-ranting yang tadi dikumpulkan oleh pendahulu, beberapa tetes spritus dan goresan korek api, maka jadilah api unggun kami. Lingkaran besar tak sengaja kami buat di sekeliling api unggun, yaaa, untuk menghangatkan diri, bercanda ha ha hi hi, cerita sana sini dan bermain kartu yang butuh strategi. 😀
Yapz, malam itu memang benar-benar syahdu sekali, sampai tidak bisa tidur. Pada akhirnya menggelar jas hujan di depan tenda bersama mbak Puteri, dan kami pun merebahkan diri kami di atas pasir putih dan di bawah langit bertabur bintang hingga Shubuh menjelang. (eh, tapi akhirnya tidur ding dan bangun-bangun mendapati diri berselimut sleeping bag, eh maturnuwun) 😀
Nah…. agenda yang menyenangkan, mengharukan, membasahkan, dan tak akan terlupakan di hari yang cerah pun kami mulai….
Ingatlah kawan, laut adalah nikmat bagi kita, bagi penjala ikan (nelayan), bagi nahkoda yang memegang kemudi kapalnya, bagi ikan, serta hewan dan tumbuhan yang ada di dalamnya, bagi kecerdasan umat manusia atas asupan yang diperolah dari laut…. oleh karena itu kita harus selalu bersyukur dan senantiasa menjaganya, siang malam, terang dan gelap, dengan tidak mengotori ekosistem di laut/pantai, mengambil habitat laut dengan tidak menggunakan alat atau bahan yang merusak ekosistem perairan, dan selalu berdoa agar Allaah mencukupkan laut untuk kehidupan kita masa kini dan di masa-masa mendatang.
“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur” (QS Luqman : 31)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (QS Al Baqarah : 164)
Maturnuwun teman-teman JAVENTURE yang telah membersamai selama ini, diajak wara-wiri, kesana-sini… nuhun atuh
Semangat makaryo, masa depan perekonomian bangsa ada di tangan akhi-ukhti, berantas korupsi, tetapi sabar kala diuji, laa hawla wa laa quwwata ila billah, tetap semangat dan niatkan segala aktivitas kita untuk Illahi….
thanks to:
– Allah SWT
– Bapak-Ibuk-adik
– teman” JAVENTURE
– Aziz dan Jundi
– dokumentasinya: Dian, mbak Endah, Wahyu, mbak Naris
– pihak” yang membantu tapi lupa ketika saya mengingatnya, afwan….