Beachcamp, menikmati kesyahduan dan kealamian di pantai Sedahan Gunungkidul

Pantai Sedahan, Gunungkidul
Pantai Sedahan, Gunungkidul

Subhanallaah, Alhamdulillaah, Allaahu akbar…

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Luqman: 27)

Pada waktu yang lalu, tepatnya hari Selasa-Rabu, tanggal 17-18 September 2013, saya dan teman-teman yang selama ini membersamai agenda main-main ke Semeru, Lawu, Merbabu (semuanya berakhiran huruf “U” yang tak terlupakan selalu) yaitu JAVENTURE (ciyeee, baru nongol sekarang) rihlah ke 0 mdpl, tepatnya di Pantai Sedahan Gunungkidul, yang bisa dibilang pantai ini belum banyak orang tahu, masih syahdu di malam hari, masih alami dan masih bersih, akan tetapi butuh perjuangan untuk mencapai ke lokasi yang bak surga pribadi itu (lebay, jangan mudah percaya, karena anda harus mengalaminya sendiri *malu*). Nah, agenda ke pantai ini mungkin menjadi akhir kebersamaan kami di Jogja (jangan dooonk) sebelum mereka “makaryo” (bekerja) di lokasi penempatan/magang masing” (Jakarta, dsb). Selain rihlah bertajuk beachcamp di Pantai Sedahan ini, kami juga memliki misi operasi semut, yaitu “resik-resik pantai” (bersih-bersih pantai). Nah, kagetnya…. pantainya masih begitu bersih, sampah hampir tidak ada, hanya sampah-sampah yang kami hasilkan. Subhanallaah. Pantai seperti ini nih yang masih asri, perlu kita jaga kelestarian dan kebersihannya. Jangan sampai rusak karena tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. So, tidak hanya ketika kita berada di gunung saja, jikalau kita ada agenda di pantai, bawalah trash bag atau selainnya, yang berguna untuk membawa pulang sampah-sampah yang kita hasilkan. Sedikit action dari kita, dapat menyelamatkan ekosistem laut lho. Ihwaaaw

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum : 41)

Hiksss. Sebelum menceritakan inti agenda main-main ke pantainya, ada cerita pembuka yang tidak kalah seru, di bawah ini, silahkan disimak… jika kurang jelas, yaaa ndak papa, selow aja 😀

Ceritanya berawal seperti ini…. agak masam memang, fiuh….

Siang itu, di sebuah rumah di dusun Karangtritis, Sumberwungu, Tepus, Gunungkidul, saya terus melihat ke arah ponsel. Ponsel saya ada 2, yang satu saya manfaatkan untuk socmed dan yang satunya saya isi dengan provider “sinyal kuat” (tapi ternyata saat itu minim sinyal) untuk keperluan telpon dan SMS. Nah, kala itu saya sedang menanti komunikasi dengan teman” main JAVENTURE untuk ke tempat beachcamp. Berbagai pertanyaan sudah mulai bermunculan… Sudah jam berapa ini? Adakah SMS yang masuk?  MasyaAllah, pulsanya habis! Sinyalnya pun timbul tenggelam. Jadilah saya meminta pulsa kepada mas Aziz yang duduk di sebelah saya selagi Jundi mengobrol serius dengan bapak takmir masjid. Mohon maaf, saat itu pikiran saya sudah tidak bisa fokus lagi selama jam-jam terakhir dalam rangkaian survey tempat untuk baksos Qurban FSRMY 1434 H. Alhamdulillaah deh, dusun ini adalah tempat terakhir yang kami kunjungi 😀 ahihi…

Tereret…. suara ponsel berdering tanda  ada SMS masuk, yang inti dari isi SMSnya bahwa pukul 16.00 WIB ketemuan dengan teman saya di Kecamatan Tepus untuk menuju ke lokasi bersama-sama.
Saat itu saya masih berada di lokasi survey sekitar sebelum Ashar. Kemudian saya balas OK!! Nah karena masih ada waktu yang tersisa, dan keadaan perut yang berorkestra sedari tadi, jadilah kami mencari tempat makan usai survey di desa terakhir tersebut. Lokasi tempat makan memang belum ditentukan, mengikuti jalan menuju ke pantai saja laaah 😀 Ehh, tiba-tiba di papan penunjuk jalan, ada pantai menarik yang belum kami kunjungi, yaitu Pok Tunggal. Pada akhirnya kami putuskan mengunjunginya dan sekalian mencari tempat makan. Wuih, Subhanallah jalan menuju kesana cukup terjal (maksudnya belum di aspal sempurna, masih setengah-setengah, tapi dominan berbatunya). Sesampainya disana, mencari tempat makan dan menemukan satu yang ternyata harus menunggu cukup lama. Keadaan hati mulai harap-harap cemas menjelang jam 16.00 karena makanan belum jadi. Tetiba ada SMS masuk (sinyal masih pasang surut), dari teman yang tadi mau ketemu di kecamatan, agar menyarankan untuk menyusul langsung saja ke Pantai Wediombo (lokasinya dekat-dekat situ lah ya katanya). Begitu membaca SMS, langsung saya balas, OKE SIAPPP… nah tapi tapi…. tidak terkirim. Mulai panik. Menit demi menit berlalu, dan makanan yang dipesan dari sebelum jam 16.00 tadi baru jadi jam 16.45. Sabaaar…. Masih mencemaskan teman saya yang tadi SMS, apakah sudah berangkat duluan ataukah masih menanti saya di kecamatan? Makan pun serasa tak nyaman 😦

Pukul 17.15 kami sudah selesai menikmati hidangan (yang menurut saya agak aneh rasanya, seafood, tetapi nampaknya sudah tidak segar dan harganya mahal, Astaghfirullaah). Langsung deh meninggalkan pantai Pok Tunggal yang sore itu cukup terik dan menyengat, rawrrr. Nah, Aziz dan Jundi yang baik hati bersedia mengantarkan saya menuju lokasi beachcamp di dekat Pantai Wediombo (pantai yang cukup jauh di Gunungkidul) waaah…
Melewati jalan yang berliuk-liuk naik dan turun, kami memacu kendaraan yang hampir “sakpol e” karena hari mulai petang dan hampir masuk waktu Maghrib. Sekitar 30 menit perjalanan naik sepeda motor dari Pok Tunggal, Alhamdulillaah pada pukul 18.00 sudah sampai di lokasi (eh belum, masih di Wediombo…. dan kata petugas jaga parkir, Pantai Sedahan masih nun jauh disana yang hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki kurang lebih 1-2 Km…. Subhanallaah gelap-gelap seperti ini, benar-benar tidak ada persiapan senter maupun headlamp sama sekali 😦 ) Mulai panik yang kedua kalinya, karena tidak ditemui seorangpun teman atau minimal kenalan saya. Tapi tiba-tiba, Jundi bilang kalau tadi dia melihat teman saya seangkatan yang duduk di pinggir jalan, dan ketika kendaraan kami lewat, mereka langsung berdiri (oya, posisi tempat parkir kami ada di penitipan motor di Pantai Wediombo, lokasinya agak menurun) Jundi menyarankan untuk naik ke atas dulu, memastikan bahwa itu teman saya atau bukan. Ide yang bagus, mari kita coba. Jalanan yang menanjak ke atas, tanpa penerangan, dan hanya ditemani suara gemuruh riuh ombak, kami putuskan pergi ke atas. Eee, benar adanya, ada anak-anak putra yang duduk di pinggir jalan, mereka membawa senter. Semakin mendekat, semakin jelas, dan setitik senyuman muncul di sudut bibir saya. Inilah Roshid, Panji, (teman seangkatan SMA, anak STAN) dan Wahyu (baru kenal, ternyata STAN juga). Alhamdulillaah, di tempat asing seperti ini, ada yang masih standby di pinggir jalan, dan mereka adalah teman-teman saya.
Beberapa saat kemudian setelah menghela nafas, saya tanyakan kepada mereka, kemanakah yang lainnya? Jawabannya ada dua. Pertama, sudah ada yang mendahului berangkat ke lokasi untuk mendirikan tenda. Dan kedua…. masih ada yang belum datang dua orang, yaitu Dian dan Much. Seketika itu juga, senyuman dari bibir saya pun kembali meredup. Flashback kepada SMS balasan yang tidak sempat terkirim tadi, muncullah kerisauan saya yang tertuju kepada mereka yang masih berada di Kecamatan. Harus apa dan bagaimana, inginnya SMS tetapi benar-benar block out, tanpa sinyal segaris pun muncul di ponsel. Yaa Allaah, hamba hanya bisa berdoa semoga mereka baik-baik saja. Astaghfirullaah hamba mohon ampun atas miscommunication ini….
Ting, satu ide muncul…. karena Aziz dan Jundi tidak ikut mabit malam ini karena ada agenda sehingga harus bertolak ke kota Jogja (pulang ke rumah), maka saya minta tolong kepada mereka untuk menyusul ke kecamatan dan mengabari bahwa saya sudah berada disini. Oke, misi dijalankan…. dan hati-hati di jalan menuju Jogja ya….
Menunggu dan terus menunggu bersama, berharap ada kabar baik dengan segera datangnya Dian dan Much. Malam itu, ditemani angin laut yang berhembus ke daratan, langit yang cukup mendung, suasana yang gelap tiada penerangan dan suara debur ombak yang gemuruh, kami pun mengobrol dengan topik “apa saja” untuk menghangatkan dan me-refresh-kan suasana. Hampir pukul 19.00 WIB, kendaraan bermotor sudah tidak ada yang lewat (untuk parkir ke bawah) zzzing, mulai sepi sekali. Dan pada akhirnya, yang dinantikan datang mengendari motor agak gedhe (lupa) dengan sorot lampu yang menyialukan. Aaak, begitu mereka sampai, mereka bilang akan “mengethak saya”  (memukul di bag, kepala) karena adanya insiden tadi. Kata-kata maaf, ribuan kali saya lontarkan dari mulut saya (lebayyy dink), benar-benar merasa saya yang salah. Dan pada kenyataannya, ternyata mereka juga mencari saya di tempat yang tadi siang saya survey, yaitu di daerah Wunut, dkk. Hyaaa, tambah deh nyesek merasa bersalahnya…. huaaa, maaf….
Saya tahu, kedua teman saya itu orangnya pemaaf kok (beneran deh, sambil kedip-kedip, hushhh) dan akhirnya mereka memaafkan saya Alhamdulillaah meski masih kesal” nampaknya…. ups
Perjalanan malam pun dimulai menuju Pantai Sedahan. Dari Pantai Wediombo ke Pantai Sedahan kami targetkan 60 menit dengan berjalan kaki. Sip. Tantangan diterima. Kami terus berjalan tanpa berhenti, dan kami sampai di pantai dengan durasi perjalanan 60 menit kurang sedikit. Yaaay. Alhamdulillaah.

Nah ini ada beberapa dokumentasi teman-teman pendahulu yang menuju ke lokasi. Personilnya ada 8 orang dan hampir semuanya anak STAN, yaitu Alfian, Anom, mbak Endah, mbak Lulut, mbak Naris, mbak Putri (embak-embak STIS), Satya, dan Sifit. Tugas mereka adalah (entah memang sudah ditugaskan atau keseadaran mereka sendiri) mencari kayu bakar untuk api unggun, mendirikan tenda dan memasak (tapi yang terakhir ini gagal, karena amunisinya dibawa Dian) aaak….

on the way menuju lokasi *sambil mengumpulkan ranting" yg jatuh*
on the way menuju lokasi *sambil mengumpulkan ranting” yg jatuh*
pengumpul ranting untuk api unggun, fufufu
pengumpul ranting untuk api unggun, fufufu
voila! sampailah kita di tempat tujuan
voila! sampailah kita di tempat tujuan
1234013_10200757265913689_1132762744_n
begitu ranting sudah terkumpul, bersiap nyalakan api unggun agar mengepul 🙂
sebelum senja menepi, tenda sudah siap berdiri
sebelum senja menepi, tenda sudah siap berdiri
api unggun
api unggun

laying down on the sand, listening the sound of waves, looking at the sky and enjoying the shooting stars…. because of that, we can’t close our eyes immediately, what an amazing night!

Senja sudah berganti malam. Suara ombak mulai keras bergemuruh, seperti akan menerkam keberadaan kami. Angin laut mulai “sembribit” meniup-niup mukena saya ketika melaksanakan sholat jamak Maghrib Isya, membuat suasana menjadi semakin romantis. (dari sini saya menyadari, bahwa romantis itu sederhana, yang diwujudkan dengan bersujud di pasir putih yang membentang indah dan menikmati segarnya hembusan angin laut ciptaan Illahi, Subhanallaah).
Setelah semuanya berkumpul, kami mulai memasak air hangat untuk sekedar membuat teh dan kopi serta memasak masakan yang saya yakin semua pasti bisa melakukannya, yaitu mie instan :D. Perut sudah lumayan terisi dan kantuk yang tak kunjung menghampiri, membuat api unggun jadi pilihan kami. Dengan berbekal ranting-ranting yang tadi dikumpulkan oleh pendahulu, beberapa tetes spritus dan goresan korek api, maka jadilah api unggun kami. Lingkaran besar tak sengaja kami buat di sekeliling api unggun, yaaa, untuk menghangatkan diri, bercanda ha ha hi hi, cerita sana sini dan bermain kartu yang butuh strategi. 😀

Yapz, malam itu memang benar-benar syahdu sekali, sampai tidak bisa tidur. Pada akhirnya menggelar jas hujan di depan tenda bersama mbak Puteri, dan kami pun merebahkan diri kami di atas pasir putih dan di bawah langit bertabur bintang hingga Shubuh menjelang. (eh, tapi akhirnya tidur ding dan bangun-bangun mendapati diri berselimut sleeping bag, eh maturnuwun) 😀

Nah…. agenda yang menyenangkan, mengharukan, membasahkan, dan tak akan terlupakan di hari yang cerah pun kami mulai….

lari pagi di temani riuhnya ombak pantai
lari pagi ditemani riuhnya ombak pantai
berkejaran dengan ombak pantai, asiknya
berkejaran dengan ombak pantai, asiknya
sarapan pagi :D
sarapan pagi 😀
lokasi tenda kami
lokasi tenda kami
muslimah in action
muslimah in action
muslim in action
muslim in action
drawing on the sand
drawing on the sand
saya kira apaan, ternyata patrick star
saya kira apaan, ternyata patrick star
we are a couple explorer *blush*
we are a couple explorer *blush*
full team before we go :'(
full team before we go 😥
take a rest
take a rest for awhile
we are going back, sayonara~ mata aemashou
we are going back, sayonara~ mata aemashou

Ingatlah kawan, laut adalah nikmat bagi kita, bagi penjala ikan (nelayan), bagi nahkoda yang memegang kemudi kapalnya, bagi ikan, serta hewan dan tumbuhan yang ada di dalamnya, bagi kecerdasan umat manusia atas asupan yang diperolah dari laut…. oleh karena itu kita harus selalu bersyukur dan senantiasa menjaganya, siang malam, terang dan gelap, dengan tidak mengotori ekosistem di laut/pantai, mengambil habitat laut dengan tidak menggunakan alat atau bahan yang merusak ekosistem perairan, dan selalu berdoa agar Allaah mencukupkan laut untuk kehidupan kita masa kini dan di masa-masa mendatang.

“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur” (QS Luqman : 31)

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (QS Al Baqarah : 164)

Maturnuwun teman-teman JAVENTURE yang telah membersamai selama ini, diajak wara-wiri, kesana-sini… nuhun atuh
Semangat makaryo, masa depan perekonomian bangsa ada di tangan akhi-ukhti, berantas korupsi, tetapi sabar kala diuji, laa hawla wa laa quwwata ila billah, tetap semangat dan niatkan segala aktivitas kita untuk Illahi….

thanks to:
– Allah SWT
– Bapak-Ibuk-adik
– teman” JAVENTURE
– Aziz dan Jundi
– dokumentasinya: Dian, mbak Endah, Wahyu, mbak Naris
– pihak” yang membantu tapi lupa ketika saya mengingatnya, afwan….

Rasakan Semangat Kemerdekaan bersama Alam #Merbabu from Wekas path

landscape from Wekas
landscape with Sumbing and Sindoro Mt. behind
like a painting for sure
like a painting for sure

“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari segala kejahatan makhluk yang diciptakanNya”

Yuk berdoa terlebih dahulu sebelum melakukan perjalanan panjang ini agar selalu terlindung dari segala hal yang tidak diinginkan dan biarlah Allah senantiasa menjaga mata kita, tangan kita, kaki kita, hati kita dan Islam serta iman kita kapanpun dan dimanapun kita berada. Aamiin.

Pada tanggal 16 dan 17 Agustus 2013 yang lalu, tepatnya hari Jumat dan Sabtu yang bertepatan pula dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-68, jadilah kami melakukan suatu perjalanan yang sudah kami nantikan cukup lama. Keputusan melakukan perjalanan ini didasarkan pada wacana ketika berkelana di Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru bulan Mei-Juni 2013 kemarin. Nah, agenda yang sudah kami rencanakan sejak beberapa bulan yang lalu jatuh pada fun hiking di gunung Merbabu.

Malam itu, pada tanggal 15 Agustus 2013 kami melakukan berbagai persiapan. Oya, kami satu kelompok berjumlah delapan orang, tiga ikhwan dan lima akhwat. Seorang ikhwan ada yang berasal dari Purworejo sehingga dia rela menempuh perjalanan cukup jauh untuk berkumpul di Jogja sebelum berangkat. Pun begitu dengan tim akhwat, ada dua orang yang berasal dari Solo dan Sragen yang pada malam itu menginap di rumah saya. Di rumah seorang ikhwan (basecamp) kami mempersiapkan dan membeli berbagai perbekalan dan perlengkapan untuk menemani perjalanan kami selama dua hari satu malam. Perlengkapan kelompok kami bagi, dua tenda dengan kapasitas untuk enam dan empat orang dibawa oleh ikhwan, begitu juga dengan peralatan memasak. Perbekalan lainnya seperti bahan makanan dibawa oleh tim akhwat. Perlengkapan pribadi dibawa sendiri-sendiri ya 😀

Cuit cuit cuit…. keesokan harinya, jam tangan sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB, kami tim akhwat bersiap menanti jemputan tim ikhwan di rumah saya. Oya, ceritanya… Alhamdulillaah sekali ada salah seorang teman yang baik hati, bersedia mengantar kami sampai resort Wekas dengan menggunakan mobilnya. Jadi, bisa lebih irit, lebih safe dan lebih cepat sampai daripada kami naik angkutan umum seperti rencana semula 😀 Alhamdulillaah….

Pukul 09.00 WIB kami berangkat dari Jogja menuju Magelang. Jalanan menuju Magelang terpantau cukup padat sehingga teman saya harus slow memacu kendaraannya. Oke baiklah. Sebelum sampai di resort Wekas, kami menjemput salah seorang teman akhwat kami yang berdomisili di Magelang, dan rumahnya hanya 30 menit dari Wekas.

Pukul 11.15 WIB kami sudah sampai Wekas dan segera mencari masjid untuk persiapan Shalat Jumat bagi yang ikhwan. Lha, rezekinya tim akhwat, sembari menunggui para ikhwan shalat Jumat, kami dipersilakan memasuki salah seorang rumah warga dan kami dijamu dengan hangat dan manisnya air teh dan beberapa camilan khas hari raya Lebaran. Alhamdulillaah, baik hati sekali ibu ini.

Pukul 12.30 WIB kami melanjutkan lagi perjalanan. Kami memilih menyewa mobil pick up untuk mengangkut kami ke basecamp Wekas daripada berjalan kaki. “Ya, kami simpan energi kami untuk mendaki nanti”. That’s an alibi. Hehe :p Sensasi menaiki mobil pick up sayur melewati areal pegunungan, mengingatkan saya ketika menaiki truk dari Tumpang menuju Ranu Pani kala itu. Akan tetapi, lebih ekstrim naik mobil pick up ternyata, lebih deg deg serrr…. Sesampainya di basecamp Wekas, kami beristirahat sejenak, yang akhwat menunaikan shalat Dhuhur dan yang ikhwan mengemas ulang kerir agar nyaman dibawa. Tak lupa kami mengisi perut kami dengan sedikit makanan bakso pentol yang dijual oleh mas-mas bersepeda motor. Alhamdulillaah lumayan menambah energi 😀

a map from Wekas
a map from Wekas

Pukul 13.30 WIB kami melanjutkan perjalanan. Kali ini tidak menggunakan kendaraan, but this is the real journey to the top! Yeah….

Cuaca hari itu sungguh panas dan matahari bersinar dengan teriknya. Akan tetapi perjalanan kami ditemani oleh hembusan angin yang cukup semilir. Amboiii. Selama perjalanan, kami menemui spot-spot yang cukup menarik seperti dua buah makam dengan bangunan di dekatnya/ di depannya, dan seketika itu berpikir apakah perjalanan ini pertanda semakin dekatnya kita dengan kematian? Allahu’alam….

Pukul 15.30 WIB kami sampai di Pos I dengan ketinggian 1752 mdpl dan kami beristirahat sejenak sambil membuka sedikit perbekalan. Alhamdulillaah.

Pukul 17.30 WIB kami sampai di Pos II di ketinggian 1952 mdpl atau area camping ground dan kami segera mencari posisi yang nyaman untuk mendirikan tenda. Pembagian tugas pun dimulai. Ada yang mendirikan tenda, mengambil air untuk memasak, mempersiapkan bahan dan alat masak, dan mencari kayu untuk membuat api unggun. 1…2…3…. Start and go! 

it's cooking and sharing time!
it’s cooking and sharing time!

Pukul 20.00 WIB setelah makan malam usai, kami pun menyalakan api unggun. Di bawah taburan bintang-bintang, di bawah sinar sang rembulan, dan hembusan angin yang menemani dinginnya malam, maka dimulailah cerita itu….

sky with thousand stars
sky with thousand stars

Pukul 21.00 WIB kami bergegas menuju ke dalam tenda untuk beristirahat dan memang malam itu luar biasa dinginnya sehingga saya pun tidak mampu berlama-lama berada di luar.

Pukul 01.00 WIB, hari dan tanggal sudah berganti menjadi Sabtu, 17 Agustus 2013. Kami bersiap untuk melakukan perjalanan malam meski malam itu lebih dingin dari sebelumnya. Belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, persiapan kali ini harus benar-benar matang. Mulai dari persiapan diri pribadi, penerangan, perbekalan, obat-obatan dan lain-lain.

give me sunrise!
give me sunrise!
P1200839
the path that called “geger sapi”
sunrise menuju puncak Merbabu
awesome view
PEACE YEAY...
PEACE YEAY…
Flag Ceremony on the top of the Merbabu Mt.
Flag Ceremony on the top of Merbabu Mt.

aaak, i can’t describe my feelings in words…. just look at the pictures and enjoy with me >_<  wanna go there ? I will be back very soon, Insya Allah…

Berakhir Pekan di Atas Awan

akhir pekan di atas awan
akhir pekan di atas awan (pict. @ Cokro Srengenge)

H-10 ujian skripsi, masih dengan perasaan yang setengah-setengah, apakah jadi ikut atau tidak? Tapi berkat izin dari ibu, setelah saya meyakinkan beliau kalau skripsi saya sudah selesai dan sudah menetapkan tanggal ujian, akhirnya diperbolehkan berangkat juga. Alhamdulillaah… 29-30 Juni 2013 akan menjadi momen melewatkan akhir pekan di atas awan.

Bismillaah… Tujuan jalan-jalan akhir pekan kali ini adalah Gunung Lawu, yang letaknya di sebelah timur Daerah  Istimewa Yogyakarta, tepatnya di perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur yaitu Karanganyar-Magetan. Keberangkatan dari Jogja menuju basecamp di Cemoro Kandang pada pukul 10.15 WIB dengan mengendarai sepeda motor sebagai single fighter heheee.

siap berpacu dengan Si Oranye
siap berpacu dengan Si Oranye
ready to go!
ready to go!

Perjalanan diperkirakan ditempuh selama 3-4 jam dengan melewati rute Klaten – Surakarta – Karanganyar – Tawangmangu. Melewati rute yang cukup padat namun lancar karena keberangkatan terhitung sudah memasuki weekend sehingga perlu kehati-hatian dalam memacu si Oranye. Saya berusaha terus fokus untuk berada di formasi terdepan, mengingat saya pengendara putri yang sendirian memacu motornya aloneDi pagi yang sudah cukup terik dan matahari mulai meninggi membuat emosi semakin tidak stabil ketika berkendara di jalan raya. Pesan saya…. stay cool, tetap sabar dan patuhi peraturan berlalu lintas 😀 Sesampainya di pusat kota Surakarta, kami mulai slow, dihadapkan pada kondisi lalu lintas kota yang mulai padat. Karena kami berangkat dalam rombongan, tak heran adanya pengendara yang tertinggal di belakang, istilahnya kecer.  Pengendara yang berada di depan sepakat untuk menghentikan lajunya di suatu tempat yang sekiranya mudah untuk ditemukan. Terpilihlah Universitas Sebelas Maret (UNS) menjadi tempat persinggahan kami sejenak.

main gate UNS
main gate UNS
jajan dulu sebelum melanjutkan perjalanan
jajan dulu sebelum melanjutkan perjalanan

Saat itu waktu menunjukkan pukul 13.00 WIB. Setelah menanti cukup lama pengendara yang tadi berada di belakang dan hasrat jajan telah terpenuhi, kami pun bergegas memacu kendaraan melanjutkan perjalanan. Hari semakin siang dan panas semakin menyengat. Tapi tetep kalem dan woles saja 😀 Perjalanan yang ditempuh semakin lama semakin naik saja medannya. Ah, ini pertanda sudah mulai memasuki area dataran tinggi Karanganyar, yaitu menuju ke  Tawangmangu. Baiklah, gigi mesin mulai diturunkan perlahan. Semakin naik medannya, suhu mulai turun, hawa pegunungan seakan-akan langsung menusuk kulit tanpa terhalang oleh pakaian tebal. Tak apa, yang paling penting adalah si Oranye tidak macet karena ikut kedinginan, hehe. Waktu hampir menunjukkan pukul 14.00 WIB, diperkirakan kurang dari 1 km lagi sudah mencapai basecamp Cemoro Kandang. Tetapi ada rombongan yang masih di belakang dan pada akhirnya kami pun menanti sejenak di persimpangan jalan (perempatan).

di persimpangan jalan
di persimpangan jalan

Pada pukul 14.15 kami pun sampai di basecamp Cemoro Kandang dan segera saya letakkan barang bawaan serta bergegas mengambil air wudhu untuk menunaikan shalat Dhuhur-Ashar jamak-qashar. Seusai shalat, saya melakukan recheck barang bawaan apakah masih ada yang perlu disediakan. Dan pada akhirnya saya menambah persediaan air minum karena kemungkinan di atas akan kesulitan mencari sumber air. Sebelum melakukan pendakian, kami bertegur sapa terlebih dahulu dengan pengelola posko Cemoro Kandang. Alhamdulillaah-nya bapak pengelola yang baik hati menyuguhkan kepada kami beberapa buah strawberry segar yang langsung dipetik dari pohonnya. Meski strawberry tersebut tidak terlalu merah dan ranum, tetapi rasanya begitu manis berpadu dengan rasa masam yang segar,  maknyus!

bascamp Cemoro Kandang
basecamp Cemoro Kandang
strawberry dari bapak pengelola
strawberry maknyus!

Setelah beristirahat mengumpulkan kekuatan dan mengecheck perbekalan, pada pukul 16.15 WIB kami bersiap melakukan pendakian, tujuan pertama adalah pos I. Baiklah, pukul 16.30 WIB dimulailah perjalanan kami. Setapak demi setapak saya lalui dengan membawa tas keril dengan kapasitas 45 L. Di dalam tas tersebut tersimpan SB (sleeping bag), matras, baju ganti, perlengkapan kebersihan diri, jaket, mukena dan yang paling penting ialah amunisi berupa air mineral dan makanan. Alhamdulillaah, tenda dan perlengkapan berat yang lain dibawa oleh para putra. Di posko Cemoro Kandang, terdapat peta jalur pendakian menuju puncak Gunung Lawu 3265 mdpl,yaitu di puncak Hargo Dumilah. Jadi ceritanya, jika kita berada di Posko Cemoro Kandang dan mendaki ke atas melewati Pos I (2300 mdpl) di kawasan Taman Sari bawah kemudian naik menuju Pos  II (2470 mdpl) di kawasan Taman Sari Atas. Nah, di Pos II ini area yang dekat dengan kawah dengan aroma belerang yang cukup kuat. Pos II menuju ke Pos III (2780 mdpl) merupakan rute terpanjang pendakian meskipun medannya tidak terlalu terjal dengan adanya pos bayangan di antara kedua pos tersebut. Sampailah kita di Pos IV (3025 mdpl) di kawasan Cokro Srengenge. Naik lagi, dan akan menemukan Pos V, yaitu persimpangan antara Hargo Dalem dan Hargo Dumilah (puncak). Kabarnya, inilah salah satu gunung yang di area puncaknya ada penjual makanan kecil sampai makanan besar, minuman juga ada, yaitu di kawasan Hargo Dalem. Warung kecil tersebut terkenal dengan sebutan “Warung Mbok Yem”. Asiiik kan 😀

denah jalur pendakian Gg. Lawu 3265 mdpl
denah jalur pendakian Gg. Lawu 3265 mdpl

Perjalanan ditempuh dengan tempo yang  slow  dan santai. Jika telah melalui medan yang cukup terjal  dan panjang, saya pun berhenti sejenak untuk sedikit mengobati rasa haus dan menstabilkan tarikan dan hembusan nafas. Pada pukul 17.25 WIB, pos I sudah di depan mata dan kami pun segera meletakkan perbekalan dan memilih tempat dengan memposisikan diri untuk beristirahat. Di Pos I ini,  waktu untuk beristirahat dialokasikan cukup lama karena sekalian melaksanankan sholat Maghrib dan Isya (jamak). Barulah kami berangkat menuju Pos II pada pukul 18.30 WIB setelah menghangatkan diri dengan beberapa cangkir kopi untuk satu rombongan, what a warm atmosphere 😀

Perjalanan kembali dilanjutkan menuju Pos II dengan headlamp yang siaga menerangi setiap langkah kaki. Selama menapaki jalur pendakian, usahakan berjalan menunduk/ memperhatikan jalan yang dilewati untuk meningkatkan kewaspadaan diri jika ada aral yang melintang di depan kita. Selain itu, jika melakukan pendakian di saat masih dalam keadaan yang terang benderang tetap perhatikan bawah/ jalan saja. Karena secara psikologis, jika kita menatap ke depan/ atas, akan terasa cepat lelah ditambah dengan suara hati “kok ndak sampai-sampai ya?” nah, hal tersebut perlu dihindari. Fokus saja, perhatikan jalanan yang akan  dilalui. Siiip…. Tak terasa satu jam lebih sedikit telah terlampaui. Sampailah kami di Pos II. Saat itu jam menunjukkan pukul 19.45 WIB. Kami pun berhenti sejenak, sembari menanti teman-teman yang masih berada di belakang. Duduk selonjor dan meletakan keril. Terpaan angin dan bau belerang mulai terasa. Bintang-bintang bertaburan di angkasa, nampaknya dekat sekali. Indah memang, tetapi memberikan efek “lebih dingin” dari malam biasanya. Pada pukul 20.00 WIB, terlihat sorot lampu senter/ headlamp dari bawah. Nah, itu pasti rombongan yang di belakang. Dan benar adanya. Mereka yang baru datang kemudian mengambil tempat-tempat kosong di bawah atap Pos II lalu duduk dan menyandarkan diri pada keril-nya. Sembari istirahat, kami pun berdiskusi dimana akan nge-camp. Dan akhirnya diputuskan mendirikan tenda untuk menginap semalam di Pos II. Ada beberapa tenda, salah satunya tenda khusus putri, yang di dalamnya ada saya, mbak Beti dan teman beliau. Nah, mbak Beti ini yang kemarin sama-sama mendaki sampai Semeru. Orangnya baik hati dan sangat ngemong. Malam semakin larut dan kami pun bergegas tidur untuk mempersiapkan untuk summit dini hari. Tak lupa mengatur alarm HP agar bisa bangun sebelum waktu yang ditentukan untuk mempersiapkan segalanya.

Jam menunjukkan pukul 02.30 WIB, dan rasanya masih mengantuk, apalagi ditambah hawa yang dingin membuat tidur menjadi tidak nyenyak dan sering terbangun. Tapi apa daya, kalau tidak segera bangun nanti telat dapat sunrise di puncak. Dan singkat cerita, mari kita mulai summit attack!!! 

Summit dimulai pukul 03.30 WIB dari Pos II. Dengan mengenakan jaket tebal anti air, mencangklong tas selempang kecil (yang berisi air minum, madu, minuman puncak, camdig, dll), headlamp yang melingkar di kepala, pakaian lapangan kaos  dan rok (ehh) sudah siap menuju ke puncak. Rute menuju ke Pos III merupakan jalur yang tidak terlalu terjal tapi cukup panjang. Untuk mencapai kesana diperlukan kehati-hatian dalam melangkah karena bisa jadi di sisi kanan atau kirimu adalah jurang, apalagi perjalanan ditempuh pada malam hari, harus super hati-hati. Sebelum menuju ke Pos III, kami melewati Pos Bayangan dan berhenti sejenak untuk beristirahat. Ketika sampai di Pos Bayangan, sudah terdengar sayup-sayup adzan Shubuh dari bawah, tetapi kami segera melanjutkan perjalanan menuju Pos III karena sudah hampir dekat. Jam 05.00 WIB kami sampai di Pos III dan langsung melaksanakan sholat Shubuh. Beristirahat sejenak sembari menunggu teman-teman lain yang belum sampai. Setelah mereka sudah naik sampai di Pos III, barulah kami beranjak untuk menuju ke pos selanjutnya, yaitu Pos IV. Nah, dari Pos III ke Pos IV ini jalanan mulai terjal, beberapa kali rok saya tersangkut di bebatuan atau batang pohon yang agak menjalar ke tanah — jadi harus agak cincing-cincing — begitulah. Jangan dikira mengenakan rok tidak bisa melakukan pendakian, tetap bisa kok, lebih berhati-hati saja. Mengenakan rok memang dapat mengurangi kelincahan, tetapi hanya sebesar 9% saja (rumus kira-kira, haha).

Perjalanan menuju Pos IV, matahari sudah mulai memerah muncul dari ufuk Timur, yak sunrise. Ya Allah, puncak masih begitu jauh tapi matahari sudah menyusul kami. Skak mat, kalah cepat. Baiklah, berarti harus cepat memacu langkah menuju ke Pos IV, tetapi kenapa langkah ini semakin berat dan jalan ini semakin terjal. Pukul 05.45 sampailah kami di Pos IV, Cokro Srengenge. Subhanallaah, ternyata belum sampai puncak  saja pemandangan pagi disini sudah tampak indah dan megah. Awan-awan putih benar-benar ada di bawah kami. Sembari beristirahat sejenak di Pos IV, mengembalikan energi secara cepat dengan menyuplai glukosa ke otak dengan madu stick bawaan wajib ketika menggunung -bukan iklan- 😀

madu stick aneka rasa semua suka
madu stick aneka rasa semua suka

Dari camp Cemoro Kandang menuju ke puncak (Hargo Dumilah) melewati simpangan Pos V, yaitu jalan yang juga menuju Hargo Dalem (warung Mbok Yem). Kalau Hargo Dumilah belok kanan, tapi kalau mau ke Hargo Dalem lurus saja. Menuju ke puncak bisa juga melewati Hargo Dalem, tetapi medan yang memutar membut pendakian menjadi lebih jauh dan lama. Eits, nilai plusnya bisa mampir ke warung Mbok Yem dulu, sekedar mengisi bahan bakar dan nyruput minuman yang hangat-hangat…siiip. Tetapi saya lebih memilih berbelok ke kanan untuk menyegerakan menuju puncaknya. Perjalanan menuju puncak Hargo Dumilah dari Pos V menjadi semakin terjal, medannya sudah bebatuan semua dengan ditumbuhi oleh beberapa tanaman tahan dingin. Semakin ke atas, kemiringan medan semakin menjadi. Tetapi ingat, bumi punya gaya gravitasi, terhadap tubuh kita sifatnya seperti magnet. Percaya saya tidak akan jatuh (dengan sedikit mendekatkan diri pada pijakan bebatuan, it’s ngesot time!). Voila!, dan sampailah saya pada puncaknya. Alhamdulillaah….

-tugu- Puncak Lawu Hargo Dumilah 3265 mdpl
Puncak Lawu 3265 mdpl
memanggil awan kinton
“awan kinton, datanglah” puk puk puk

Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata (Qaaf: 7)

Pemandangan dari puncak sini begitu indah, didukung cuaca yang cerah, langit yang biru dan awan yang putih, seperti sedang berada dalam sebuah dongeng “negeri di atas awan”. Subhanallaah megah sekali ciptaan-Mu ya Rabb. Berada di puncak, duduk selonjor sembari menikmati sari kacang hijau dan dengan sedikit goresan pena adalah benar-benar me TIME!

tak lupa, minuman favorit puncak
tak lupa, minuman favorit puncak

Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (Ar-Ra’d: 3)

Tidak begitu lama berada di puncak, kami pun kembali menuju ke bawah. Sebelumnya ada rencana ingin menyapa Warung Mbok Yem dahulu di Hargo Dalem, akan tetapi hari sudah mulai siang dan matahari sudah mulai meninggi. Apalagi jalan untuk menuju kesana tidaklah dekat, harus memutar terlebih dahulu. Sebelum jam 09.00 kami sudah meninggalkan Hargo Dumilah menuju camp kami di Pos II. Perjalanan turun, kami memilih track yang landai. Akan tetapi, sesekali kami mencoba track cukup ekstrim dengan kemiringan hampir mendekati 90 derajat. Mmm, semacam perpaduan begitu, agar perjalanan tidak membosankan 😀

Kami kembali menapaki jalan yang sama seperti ketika berangkat saat dini hari. Perbedaannya adalah pemandangan yang indah dapat terlihat ketika siang hari, sungguh mengagumkan sekaligus mendebarkan ketika melintasi jalan setapak yang dihiasi jurang di kanan atau di kiri lintasan. Siang hari yang terik, matahari yang menyengat semakin memperlama perjalanan turun. Ditambah adanya rombongan dari kelompok lain yang akan naik dan yang bersamaan turun sehingga memperpadat lintasan setapak. Mari, nikmati saja perjalanan ini. Tak lama kemudian, jam 13.00 sudah sampai camp di Pos II. Istirahat sebentar di dalam tenda, sholat. Eh, Alhamdulillaah ada yang menawarkan masakan sederhana tapi istimewa sebagai makan pagi+siang (rapel) dari teman yang tidak ikut ke puncak. Alhamdulillaah (elus-elus perut setelah kelaparan). Baiklah, setelah badan berenergi kembali, siap-siap mengemasi barang, meninggalkan camp untuk menuju ke posko. Kami meninggalkan camp Pos II pada pukul 15.00 WIB. Challange! Harus bisa sampai posko jam 16.00 WIB. Oke, challange accepted! Hoho. Bukan berlari, hanya sedikit mempercepat langkah, dengan track yang cukup licin, Alhamdulillaah sampai di Pos I pada pukul 15.25 WIB. Lumayan! Istirahat sebentar, letakan keril, menikmati sisa persediaan madu stick dalam tas, dan meneguk sedikit air untuk membasahi  kerongkongan dan menghilangkan rasa manis yang tersisa, kemudian tancap lagi menuruni bukit. Tantangan di track menurun ini masih sama, yaitu licin sehingga harus benar-benar hati-hati dalam menapak. Setengah perjalanan, jalan menjadi cukup padat karena ada rombongan yang sedang turun juga. Oke, slow sedikit. Tak lama kemudian, seperti sudah lama dari hutan rimba, kami menemukan hiruk pikuk perumahan, jalan raya dan beberapa warung. Alhamdulillaah, sampai juga di Posko. Istirahat.

Mengingat saya mengendarai motor seorang diri, otomatis tidak bisa pulang malam-malam, apalagi dari area perbukitan….cukup menyeramkan… sehingga pada pukul 17.00 WIB pamit kepada rombongan, izin pulang mendahului yang lain. Tak lupa mengucapkan terima kasih atas ajakan perjalanan dan penjagaan dari teman-teman. Semoga bisa bertemu lagi di agenda jalan-jalan yang lain :D.

Perjalanan pulang, menjelang maghrib harus berbasah diri karena hujan turun ketika masih di Kabupaten Karanganyar, tapi Alhamdulillaah perjalanan Surakarta-Yogyakarta cukup lancar. Sebelum sampai di rumah, menyempatkan mampir membeli obat-panas-tempel dan susu jahe. Nyamaaan.
———————————————————————————————–
Catatan Perjalanan
Pengeluaran:
1. Bensin 2 x @Rp 15.000,- (masih sisa) = Rp 30.000,- (Rp 6.500/liter)
2. Bekal makanan dan minuman dari Yogyakarta = Rp 50.000,-
3. Bakso bakar depan UNS 2 x Rp 1.000,- = Rp 2.000,-
4. Kopi beli di warung depan Posko (Sabtu) = Rp 3.000,-
5. Teh beli di warung depan Posko (Ahad) = Rp 2.000,-
6. Bakso pentol (sedikit sekali) = Rp 2.500,-
total : Rp 89.500,- (menurut saya cukup hemat) 😀

———————————————————————————————–
Special thanks to:
-Allah SWT atas penjagaan-Nya di siang dan malam
-Bapak-Ibu atas izinnya di tengah hiruk pikuk skripsi & H-10 pendadaran >_<
-Adekku, Peppy…sudah meminjamkan si Oranye untuk menemani perjalanan
-teman” @infogunung atas ajakannya, much, mbak beti yang mengayomi
-Dian yang sudah bersedia meminjamkan keril
-mas Almoe yang telah meminjamkan sleeping bag
-temen” Javenture yang telah mendoakan
-dan semua pihak terkait yang secara tidak langsung mendukung keberangkatan saya,
TERIMA KASIH

carry your bag, and go!

“Maka berkelanalah kamu di atas muka bumi ini untuk menemukan mozaikmu….” (Sang Pemimpi hal. 72)

berkelana
source : http://rawello.tumblr.com/post/34106081329

Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (Al Mulk: 15)

Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Al Ankabuut: 20)

Allah berfirman: “Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan”. (Al A’raaf: 25)

A SHEEP’S LIFE

IMG_6033

A SHEEP’S LIFE

Here in New Zealand its great to be a sheep — there’s at least 47 million more for reassurance, so they don’t have to do their own thinking . A life of mowing down the grass in paddocks is usually interupted by a trip up the road — where they get to block traffic and annoy motorists(<— bwahahaaa :p). Then the dogs continue to guide them in corrals and towards a sheering shed where they lose all that hot, but valuable, wool. Many also get eaten, but we won’t discuss that here 

~what a fluffy sheep 

by New Zealand Cards

LAKE TEKAPO

IMG_6071

LAKE TEKAPO
(from the lookout)

A pleasant view, on a peaceful morning, of this popular lake. As you head west into the Mackenzie Country from Canterbury, the lookout is to the left before you arrive down at Lake Tekapo – at beach level. Up at the lookout you can see the head of the lake clearly. The area is renowned for much clear weather and good light, though the north westerly wind can be very strong.

by New Zealand Cards

Allahu Akbar
You’re the Greatest who have made this wonderful scenery….

and… can i meet you, hey mountains ?
wanna be there and standing between you ^_^

Total Lunar Eclipse of 2011 June 15

6月 16日

“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.”

(Al Anbiyaa’ : 21 : 33)

“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.”

(Yaasin : 36 : 39)

*maksudnya: bulan-bulan itu pada awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah menempati manzilah-manzilah, dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang melengkung.

Gerhana Bulan Total atau “Total Lunar Eclipse” merupakan suatu fenomena alam yang sungguh menakjubkan. Subhanallah. Gerhana Bulan Total terjadi saat keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi atau bisa dikatakan kedudukan bulan berada di daerah umbra. Dengan penjelasan lain, gerhana bulan total muncul bila bulan sedang beroposisi dengan matahari. Tetapi karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang ekliptika, maka tidak setiap oposisi bulan dengan matahari akan mengakibatkan terjadinya gerhana bulan total.

Untuk lebih jelasnya, simak proses terjadinya Gerhana Bulan Total berikut….

Total lunar eclipses occur when the Earth passes directly between the sun and the moon, casting a deep shadow through which the moon then travels through.

“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya).”

(An Nahl : 16 : 12)

Kejadian yang mengesankan ini berlangsung tadi malam atau lebih tepatnya dini hari tadi (hari Kamis, 16 Juni 2011 Waktu Indonesia bagian Barat)

This NASA chart lists the start, peak and end times for the June 15, 2011 total lunar eclipse as well as likely visibility regions of the world. CREDIT: NASA/GSFC

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”

(Al A’raaf : 7 : 54)

adopted from http://www.space.com/11906-turning-moon-blood-red.html